Malem mulai beranjak menyambut pagi...aku masih saja berkutat didepan komputer. Dari pagi aku coba kerjakan kerjaan kantor yang segunung, aku tidak menyangka cuti kali ini pun sama persis seperti ketika melahirkan Nathan, tetap saja bekerja dan bekerja...Tadinya tidak kepikiran untuk buka blog, tapi kok kayaknya aku butuh tempat untuk mencurahkan segenap pikiran ini, tidak tega menganggu suamiku dengan pikiran-pikiranku yang semakin semerawut. Aku merasa hari-hariku semakin stress saja. Semuanya tidak jauh dari kerjaan...
Jujur saja, jika mengikuti kata hati sudah 2 tahun lalu aku pergi meninggalkan kantorku yang sekarang lebih cocok disebut "neraka". Aku tidak menyangka ternyata karirku harus berakhir seperti ini, entah pantas atau tidak? tapi disini aku benar-benar telah berubah menjadi buruk...
Dulu, aku adalah seorang yang sangat loyal terhadap perusahaan, lembur sampai pagipun tidak masalah bagiku, bukan karena saat itu aku masih single, tapi rasa nyaman dan puas ketika dikantor membuat semuanya menjadi begitu indah, lingkungan kerja yang baik, penghargaan terhadap karyawan, boss yang penuh pengertian , dengan gaji yang pas-pasan pun tidak masalah, karena saat itu aku masih "pudel lucu yang penurut". Apalagi saat itu aku masih fresh graduate yang sangat beruntung karena bisa langsung bekerja tanpa harus berlama-lama menganggur. Cukup 2 minggu saja! Susahnya mencari kerja di kota metropolitan ini tidak berlaku bagiku, saat itu tentunya. Bahkan ketika perusahaan tempatku bekerja dinyatakan bangkrut dan akan tutup, pekerjaan baru pun telah menanti, dengan iming-iming yang wow! Tapi siapa nyana ternyata disinilah semuanya berawal...
Aku yang dulunya staff accounting, dipercayakan menjadi head accounting sebuah perusahaan asing yang baru mulai mengepakkan sayapnya di bumi Indonesia. Berbicara tentang perusahaan asing, yang terbayang tentu saja dolar-dolarnya? Mata duitan banget gw! Saat itu aku berpikir ingin menjadi seorang wanita karir yang sukses dengan bayaran yang oke tentunya. Setengah tahun bekerja, semuanya masih fine-fine saja, tidak banyak kendala. Semua pekerjaan bisa teratasi dengan baik. Memasuki bulan selanjutnya, mulai keliatan ruwetnya. Kalo diperusahaan yang lama aku tidak perlu memikirkan cara licik menyembunyikan profit, disini aku diajarkan untuk berlaku curang, penjualan 1juta, yang dilaporkan hanya 500rb, belum lagi ketika import product dari luar, demikian seterusnya. Dari sekian banyak perusahaan yang telah merugikan Negara ini, di dalamnya tentu termasuk perusahaan tempatku bekerja. Di bangku kuliah, tidak pernah diajarkan untuk berlaku curang, mengelapkan pajak dan sebagainya. Pekerjaan ini sungguh asing bagiku, tapi ternyata dilapangan, hampir semua perusahaan melakukan hal yang sama. Saat itu aku bertanya-tanya dalam hati? Dosakah? Apakah Tuhan akan marah, jika aku ikut terlibat di dalamnya, membantu membuat laporan yang fiktif, untuk kebaikan perusahaan katanya??? Tapi saat itu aku mengabaikan, bahkan aku menganggap hal semacam itu halal, toh semua orang melakukannya. Mungkin lebih tepatnya menutup mata!
"Ce, kamu kok sekarang berubah? Dulu kamu gak emosian? Gak galak? Gak stress? Kenapa sekarang jadi berubah???
Aku mulai bertanya-tanya, apakah memang demikian? Seberapa besar aku telah berubah? Apa yang membuatku begitu banyak berubah. Dulu ketika semua orang memuji untuk pekerjaanku, bangganya luar biasa. Tapi ketika pekerjaan itu mulai merasuk hampir ke setiap detik di kehidupan pribadiku rasanya aku ingin menghilang ditelan bumi saja. Tidak sedetikpun aku dibiarkan istirahat, bahkan ketika cutipun, aku masih harus meladeni telepon-telepon yang masuk, walau hanya sekedar untuk menjawab "bole atau tidak , Sar?" seolah-olah aku penasehat penting yang tidak bole absent dari kerjaannya walaupun sekejap.
Jahitan ceasar dan rasa pedihnya masih berdenyut, ketika aku harus mengerjakan beberapa pekerjaan yang sama sekali tidak bisa ditunda. Rasa benci semakin membuncah ketika pemegang saham tidak menyetujui bossku untuk menghire temporary staff selama aku cuti. Alasan menekan cost, sungguh tidak masuk akal. Sungguh berat rasanya, apalagi aku masih harus menata hati ketika baru kehilangan William, tapi entah mereka punya hati atau tidak, aku diminta secepatnya kembali ke kantor setelah pulih. Tidak mau menuruti begitu saja, aku mencoba meminta bantuan beberapa temanku untuk mengecek ke depnaker mengenai peraturan cuti melahirkan. Sukurnya, staff depnaker mengatakan aku layak mendapat cuti penuh 3 bulan (1,5 bulan sebelum melahirkan & 1,5 bulan setelah melahirkan) dalam kondisi apapun, kecuali keguguran. Akhirnya mereka setuju memberikan cuti 3 bulan, karena hal seperti itu juga ternyata ada dalam UU perusahaan itu sendiri. Senang! tentu saja, aku jadi bisa lebih lama bersama Nathan dirumah, bisa menemaninya bermain, menyuapi bahkan mengajarinya berkata-kata dengan baik. Walaupun aku masih tidak bisa menjauhi kertas & computer, tapi minimal aku bisa berdekatan dengan Angeloku.
Beberapa bulan ini justru menyadarkanku akan banyak hal. Perusahaan itu ternyata telah membuatku menjadi orang yang tidak bisa mengendalikan diri, aku merasa dibodohi, bukan hanya dari apa yang telah aku kerjakan, tapi juga dari apa yang telah aku dapatkan. Aku bahkan sangat naïf tentang berapa seharusnya aku dibayar jika harus mengerjakan pekerjaan 4 orang? Alangkah bodohnya aku selama ini? Mati-matian aku bekerja untuk perusahaan yang bahkan tidak menghargai karyawannya. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya membayar bill-bill yang selalu datang tiap bulan. Ketika shareholder ingin menghapus medical dari daftar biaya, aku berusaha berjuang demi teman-teman yang laen. Jujur, aku bahkan tidak pernah mengclaim. Bahkan ketika mereka marah-marah untuk kesalahan yang tidak pernah aku lakukan, aku berusaha menahan diri. Bahkan ketika mereka menuduhku menghilangkan $200,000 yang akhirnya ketahuan kalo itu ternyata kesalahan pencatatan pada staffnya, aku masih tetap menahan diri. Ketika assistant ku minta resign karena tidak tahan dengan tekanan, tanpa ada penggantinya. Aku masih tidak pernah berkeinginan untuk mengertak bossku jika gaji tidak naek, akan keluar. Tapi ternyata sifat penurut yang harus menentang hati nurani itu berbahaya. Aku bahkan telah merubah diriku sendiri. Rasa kesal menjadi menumpuk, dan pihak-pihak lainlah yang menjadi luapan amarahku. Mengerikan! Aku bahkan mulai takut pada diriku sendiri! Aku harus kembali pada konselor sejatiku, Sang juru selamat yang memberi damai sejahtera.
Tadinya aku pikir jika perusahaan mau memberikan bayaran yang lebih tinggi, aku akan bersemangat lagi, tapi ternyata tidak!!! Justru damai sejahtera itu tetap bukan milikku. Walaupun aku merasa Tuhan dekat, ternyata Dia begitu jauh... Berhari-hari aku berdoa, semoga Tuhan kembalikan diriku yang dulu, seorang Sari yang sabar, seorang Sari yang selalu bersyukur. Aku menangis sesugukan sendirian dalam malam yang sepi, berharap Tuhan membantuku keluar dari masalah ini. Aku harus menarik diriku sendiri dulu. Aku ingin berjalan bersama Dia dalam damai sejahtera. Aku memang butuh uang & pekerjaan, tapi bukan dari ladang yang tidak diberkati Tuhan.
Aku ingin bersyukur untuk semua yang aku miliki, untuk cinta suamiku juga cinta anakku Nathan. Terutama karena cinta Tuhan untuk mengingatkanku akan arti rasa "syukur".
Leganya telah bercerita disini, terima kasih telah membaca, akhirnya tekadku untuk keluar dari perusahaan itu telah bulat, keputusan ini juga disetujui suami. Mungkin aku lebih cocok as a MOM. Kalo pun nanti aku memilih bekerja, aku pasti memilih ladang yang baik, dimana aku bisa bertumbuh, tanpa harus menghianati Negara sendiri, tanpa harus menjadi penjahat dinegeri sendiri, tanpa harus menjadi budak ataupun pecundang.
Akhirnya aku sadar "semua tiada berguna tanpa adanya damai sejahtera" . dan jujurlah pada diri sendiri. Jangan pernah menahan diri untuk apa yang ditolak hatimu, karena ternyata nurani selalu benar.
Biar gak bete baca-bacanya, aku selipin beberapa poto sang Jagoan:) maklum, dah mo beralih profesi jadi Photografer niy!